BGA AMSAL 31:1-9
(Baca, Gali, Alkitab - Metode yang dikembangkan oleh PPA)
APA YANG KUBACA?
Kita sedang membaca perkataan seorang raja yang bernama Lemuel berdasarkan apa yang diajarkan oleh ibunya. Perkataan ibunya dijabarkan dalam bentuk pengajaran yang dapat dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
Ay. 1-2: Ingatan seorang anak yang menjadi raja terhadap pengajaran Ibunya
APA PESAN YANG ALLAH SAMPAIKAN KEPADA KITA?
Peringatan
Pertama, peringatan untuk tidak bergaul dengan perempuan-perempuan yang amoral, ayat 3. Kitab Amsal biasanya menyebutkan dua kategori perempuan yang amoral yang patut dihindari oleh para lelaki muda, yaitu pezinah dan isteri yang berselingkuh.[1] Ayat 3 memperlengkapi kita dengan alasan untuk tidak bergaul dengan perempuan amoral karena adanya kecenderungan orang muda, pemimpin, para pengambil keputusan memberikan kekuatan; hal-hal yang dapat merugikan secara fisik; kekuasaan dalam pemerintahan; bahkan kekayaannya (kata “kekuatan” dapat diterjemahakan ”kekayaan”) kepada perempuan amoral tersebut.
Kedua, peringatan untuk tidak minum anggur atau minuman keras yang me-mabukkan, ayat 4-6. Meminum minuman keras secara etis dinyatakan sebagai tindakan yang “tidaklah pantas“, 2 kali penulis Amsal menekankan ketidak pantasan ini. Penulis Amsal disini kemudian menjabarkan tiga penyebab penting tentang minuman keras. Penyebab pertama adalah adanya “keinginan“, yang bisa berupa keinginan untuk mencoba ataupun yang bersifat adiksi; kemudian adanya pengaruh lingkungan, dalam hal ini lingkungan kerajaan dimana “para pembesarnya terbiasa dengan minuman keras“; lalu adanya masalah yang membuat “susah hati“ sehingga seseorang mendapatkan minuman sebagai jalan keluar masalahnya. Alasan etis lainnya juga ditekankan oleh penulis Amsal dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan. Seorang peminum akan “melupakan apa yang telah ditetapkan“ (TL “hukum”) dan “membengkokkan hak-hak orang tertindas“. Jadi jelas bagi kita bahwa minuman keras akan menumpul-kan kemampuan seorang pemimpin, mengikat keinginan untuk memuaskan diri sendiri dan pada akhirnya melupakan hak-hak orang lain.
Ketiga, peringatan akan akibat atau konsekwensi dari pergaulan yang amoral dan kebiasaan minum. Penulis amsal menggunakan kata “membinasakan” pada ayat 3 dan “binasa” pada ayat ke 6 sebagai konsekwensi dari pilihan moral yang dimiliki oleh para pemimpin. Kebinasaan disini8 juga berarti „tersingkirnya raja atau pemimpin dari kedudukan atau posisinya. Jadi, penulis Amsal mengingat-kan kita sebagai pemimpin yang dapat menerima konsekwensi atas perbuatan kita mulai dari tersingkir dari kedudukan sampai kebinasaan.
Keempat, peringatan untuk memperhatikan orang-orang yang menderita, orang tertindas, miskin dan bersikap adil dalam pengambilan keputusan, ayat 8-9. Hal yang menarik disini adalah penulis Amsal menyatakannya dengan kata-kata “bukalah mulutmu“. Kata “bukalah mulutmu“ tampak dipertentangkan dengan sikap peminum yang membuka mulut mereka untuk minum minuman keras, yaitu pada ayat 4. Kemudian kata “bukalah mulutmu“ juga dipertentangkan dengan orang yang bisu, yaitu orang yang tidak berani atau mampu berbicara tentang hak-hak mereka (speechless) pada ayat 8. Intensitas pesan dari penulis Amsal menjelaskan kepada kita semakin tajam bahwa tidak cukup bagi kita sebagai pemimpin untuk menjauhkan diri dari kejahatan moral. Mereka juga secara positif wajib menolong orang lain, membela orang miskin dan bertindak adil terhadap mereka yang tidak mampu membayar untuk mendapatkan bantuan hukum.[2]
Teladan
Pada ayat 1 kita menemukan seorang raja mengingat dan mentaati peringatan-peringatan orang tuanya. Kadangkala kita mendapati bahwa seorang anak se-demikian sulit untuk mengikuti teladan orang tuanya. Jadi, kita belajar mengikuti teladan seorang raja yang memberi perhatian terhadap perkataan orang tuanya.
Pelajaran
Teks ini memberikan kepada kita pelajaran untuk bertanggung-jawab. Pertama karena semua batasan-batasan atau larangan telah diajarkan (31:1) seorang ibu kepada anaknya, seorang pemimpin atau raja. Kemudian, secara gramatika atau tata bahasa Ibrani, penulis Amsal menuliskan kata “membinasakan” raja-raja pada ayat 3 bukan sebagai akibat langsung dari perbuatan perempuan-perempu-an amoral tersebut namun akhir dari perilaku raja itu sendiri, yang tidak meng-indahkan peringatan-peringatan yang ada. Jadi ayat-ayat ini memberikan pelajar-an bagi kita tentang tanggungjawab moral yang terletak pada pemimpin itu sendiri.
APA YANG RESPONSKU?
Pertama, kita perlu bersyukur karena Tuhan mengingatkan kita, secara pribadi, yaitu sebagai pemimpin, orang muda, para professional dan para peng-ambil keputusan tentang dasar-dasar moral yang mempengaruhi kepemimpinan diri, maupun kepemimpinan kita di dalam keluarga, masyarakat, lembaga-lemba-ga pemerintah, non pemerintah, lembaga sekuler, Kristiani atau agamawi lain-nya, sekolah, organisasi profitable dan non profit. Kita bersyukur kepada Tuhan karena apapun latar belakang organisasi kita, Tuhan bermaksud agar kita me-ngedepankan masalah-masalah sosial, kemiskinan, hak-hak orang miskin, ter-tindas dan yang terbungkam oleh ketidakberdayaan.
Kedua, kita perlu berdoa agar Tuhan mempersiapkan kita lebih baik dalam memimpin dan memberikan pengaruh secara moral terhadap orang-orang disekitar kita. Kita perlu berdoa agar setiap pengambilan keputusan dapat kita lakukan secara sadar, penuh keadilan dan rasa tanggungjawab. Kita perlu berdoa agar tiap permasalahan dengan kekuatan dari Tuhan dapat kita lalui tanpa mencari pelarian ke hal-hal yang merusak citra diri, keluarga dan citra orang percaya di tengah bangsa ini. Kita perlu berdoa agar tiap-tiap orang yang telah jatuh dalam masalah moral dan ketidakadilan dapat bangkit kembali me-nyuarakan kebebasannya dalam Kristus dan keadilan bagi orang-orang di sekitarnya.
Ketiga, kita perlu mengakui setiap masalah kita manakala masalah tersebut telah mengakar dalam kebejadan moral dan ketidakadilan yang dibuat untuk kepentingan diri kita sendiri. Kita perlu mengakui bahwa tanpa Tuhan Yesus yang menolong maka sia-sialah kekuatan kita sendiri.
Keempat, langkah-langkah kongkrit yang dapat kita ambil dinataranya ialah
- Menjauhi keinginan daging
- Berhatihati tehradap pengaruh lingkungan sekitar yang menjauhkan kita dari standar moral dalam Firman Tuhan
- Bersikap adil dengan memperhatikan orang miskin, tertindas, dan membela hak-hak mereka.
Refleksi Pribadi:
Kita perlu memikirkan ulang terhadap keputusan-keputusan etis yang telah dilaksanakan pada masa lampau. Apakah keputusan kita sudah memenuhi standar Firman Tuhan? Apakah akibat-akibat atau hasil yang kita capai lebih baik jika kita memperhatikan masalah moralitas hidup? Apakah kita sudah me-miliki keputusan yang berpihak pada orang miskin dan tertindas? Sudahkan kita menyuarakan keadilan bagi orang-orang disekitar kita? Kebijakan strategis apapun yang digunakan oleh kita dimulai dari kata “keberpihakkan” kita pada orang miskin.
Kepustakaan
LAI, Alkitab, 2001
Alden, Robert L. Tafsiran Praktis Kitab Amsal. Malang: SAAT, 2002
Longman, Trempre. Hikmat dan Hidup Sukses.
Zodhiates, Spiros. The Complete Word study Old Testament.
Catatan:
Tidak diketahui siapa pengarangnya, namun tampak penulisan ini terjadi pada masa raja-raja. Mengingat pengajaran ibu Lemuel tentang perempuan amoral dan pengaruhnya, maka kita dapat mensejajarkan pengalaman tersebut dengan raja Daud dengan perzinahannya dan raja Salomo (700 isteri dan 300 gundikdan kejatuhannya Nehemia 13:26). Kita hanya dapat memperkirakan bahwa ibu Lemuel mengenal dam mengetahui pengalaman Salomo dan kondisi zaman raja-raja pada masa itu.