Pertanyaan ini pasti diajukan dari sebuah pengamatan dari luar apa yang menjadi konteks Firman Tuhan dan kerap terjadi disekeliling kita.
Alasan pertama adalah: Karena apa yang ingin disampaikan oleh Firman Allah adalah pendekatan terhadap respon pribadi kita atas apa yang diajarkan, dilakukan dan dituliskan tentang-Nya. Karena itu pertanyaanNya masih bergema sampai saat ini, yaitu: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Lukas 9:20. Pertanyaan ini menegaskan bahwa ada banyak orang yang dapat menyimpulkan tentang diri Yesus (1) tanpa pengenalan dan pengalaman bersamaNya. Kemudian kita lupa bahwa seseorang dapat mengenal Yesus karena (2) Dialah yang menyatakan diri kepada mereka yang datang kepada-Nya untuk mengetahui dan mengenal-Nya. Itu sebabnya pada ayat yang pararel dengan Lukas 9:20, yaitu Matius 16:17 menyatakan:" Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga".
Kedua, karena salah satunya kita tidak memperhatikan saat Yesus disebut sebagai Tuhan (Lord). Jika kita mengartikan pada konteks masa kini maka kita mungkin mengatakan bahwa Yesus itu seperti seorang tuan. Tapi sekali lagi kita tidak membawa pengertian "Tuhan" dalam konteks kita masing-masing namun apa yang dikenal dan diketahui oleh penulis saat itu khususnya berkaitan dengan Perjanjian Lama yang berkali-kali menggunakan kata "Yahweh" ( Jehovah) yang artinya adalah Tuhan. Sebagaimana dinyatakan "Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit...(Kejadian 2:4).
Pelajaran:
1. Ingat bahwa pertanyaan dalam Matius maupun Lukas menegaskan kembali kepada kita "Tetapi apa katamu,siapakah Aku ini?" dan "Menurut kamu, siapakah Aku ini? Muslim mengatakan Yesus adalah nabi, mungkin juga ada yang mengatakannya sebagai guru seperti Gandhi. Namun, pertanyaan ini ditanyakan kepada kita secara pribadi: Menurut kamu, siapakah Yesus itu?
2. Kita tidak sedang menjadi pengamat dari luar dan tidak melihat keterkaitan hubungan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru yang menyatakan identitas Yesus secara berulang-ulang dan jelas.
Rabu, 04 November 2015
Selasa, 03 November 2015
Mengapa ada banyak denominasi gereja? (Bagian 1)
Denominasi menjadi begitu banyak karena penafsiran yang berbeda dan perilaku yang dihasilkannya.
Perbedaan penafsiran menyebabkan "Perpecahan". Perbedaan penafsiran menghasilkan pengajaran dan perilaku dari mereka yang mengajarkan dan yang mengikuti. "Perpecahan" karena perbedaan penafsiran ini bisa dibenarkan jika koreksi yang dilakukan pada konteks tertentu dan sehubungan dengan perilaku tertentu.
Jika kita melihat ini dalam kaitan sejarah maka sejarah reformasi membuktikan adanya penafsiran yang berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh teks. Sehingga gereja pada saat itu mengembangkan ajarannya yang salah satunya menuntun pada perilaku umat untuk membayar dengan sejumlah uang untuk mendapatkan surat penghapusan dosa (indulgence). Penafsiran terhadap teks Matius 16:19;Matius 18:18 dan Yohanes 20:23.
Marthin Luther melakukan protesnya dengan mencantumkan ke-95 dalil itu di pintu Gereja Kastil di Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517 yang menantang ajaran-ajaran Gereja tentang hakikat penitensia, otoritas paus dan manfaat indulgensia. Dasar penafsiran Luther datang dari pergumulan pribadinya untuk mendapatkan kedamaian bersama Allah melalui studi kitab Roma sehingga menghasilkan pengajaran yang menentang perilaku ajaran Gereja Khatolik.
Dari peristiwa sejarah ini kita mendapatkan penafsiran itu mempengaruhi pengajaran, pengajaran menghasilkan perilaku yang membawa umat ke arah yang sama tanpa menyadari benar atau tidaknya Alkitab mengajarkan demikian. Saat Luther menentang ajaran-ajaran gereja ia tidak terpikir melahirkan gereja dengan denominasi baru. Ia dan ajarannya dianggap bidat atau ajaran sesat, bukan denominasi. Denominasi muncul karena tidak adanya titik temu diantara keduanya dan sikap protes Luther. Istilah "Protestan" merujuk kepada "surat protes" yang disampaikan oleh para pembesar yang mendukung protes dari Martin Luther melawan keputusan Diet Speyer pada tahun 1529, yang menguatkan keputusan (edik) Diet Worms yang mengecam ajaran Martin Luther sebagai ajaran sesat (heretik). Great Controversy Examined The Diet of Speyer, 1529 by Dieter Heimke (translated from German to English by J. Krahne) https://id.wikipedia.org/wiki/Protestanisme#cite_note-3
Pelajaran penting yang dapat diambil adalah: Pertama, penafsiran tidak seharusnya dilakukan hanya untuk mendukung sebuah konsep, sistimatika dan pikiran manusia sehingga meluputkan konteks keseluruhan kitab yang ada. Kutipan teks Matius 16:19;Matius 18:18 dan Yohanes 20:23 tidak diperlakukan secara utuh satu kitab sebagaimana apa yang dilakukan Luther ketika ia melakukan studi Kitab Roma. Kedua, setiap penafsiran yang melahirkan pengajaran harus di diuji dalam perilaku seseorang yang secara langsung ataupun tidak langsung mengungkapkan motif dan tujuan penetapan pengajaran tersebut, dalam konteks "indulgence" ialah UANG.
Perbedaan penafsiran menyebabkan "Perpecahan". Perbedaan penafsiran menghasilkan pengajaran dan perilaku dari mereka yang mengajarkan dan yang mengikuti. "Perpecahan" karena perbedaan penafsiran ini bisa dibenarkan jika koreksi yang dilakukan pada konteks tertentu dan sehubungan dengan perilaku tertentu.
Jika kita melihat ini dalam kaitan sejarah maka sejarah reformasi membuktikan adanya penafsiran yang berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh teks. Sehingga gereja pada saat itu mengembangkan ajarannya yang salah satunya menuntun pada perilaku umat untuk membayar dengan sejumlah uang untuk mendapatkan surat penghapusan dosa (indulgence). Penafsiran terhadap teks Matius 16:19;Matius 18:18 dan Yohanes 20:23.
Marthin Luther melakukan protesnya dengan mencantumkan ke-95 dalil itu di pintu Gereja Kastil di Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517 yang menantang ajaran-ajaran Gereja tentang hakikat penitensia, otoritas paus dan manfaat indulgensia. Dasar penafsiran Luther datang dari pergumulan pribadinya untuk mendapatkan kedamaian bersama Allah melalui studi kitab Roma sehingga menghasilkan pengajaran yang menentang perilaku ajaran Gereja Khatolik.
Dari peristiwa sejarah ini kita mendapatkan penafsiran itu mempengaruhi pengajaran, pengajaran menghasilkan perilaku yang membawa umat ke arah yang sama tanpa menyadari benar atau tidaknya Alkitab mengajarkan demikian. Saat Luther menentang ajaran-ajaran gereja ia tidak terpikir melahirkan gereja dengan denominasi baru. Ia dan ajarannya dianggap bidat atau ajaran sesat, bukan denominasi. Denominasi muncul karena tidak adanya titik temu diantara keduanya dan sikap protes Luther. Istilah "Protestan" merujuk kepada "surat protes" yang disampaikan oleh para pembesar yang mendukung protes dari Martin Luther melawan keputusan Diet Speyer pada tahun 1529, yang menguatkan keputusan (edik) Diet Worms yang mengecam ajaran Martin Luther sebagai ajaran sesat (heretik). Great Controversy Examined The Diet of Speyer, 1529 by Dieter Heimke (translated from German to English by J. Krahne) https://id.wikipedia.org/wiki/Protestanisme#cite_note-3
Pelajaran penting yang dapat diambil adalah: Pertama, penafsiran tidak seharusnya dilakukan hanya untuk mendukung sebuah konsep, sistimatika dan pikiran manusia sehingga meluputkan konteks keseluruhan kitab yang ada. Kutipan teks Matius 16:19;Matius 18:18 dan Yohanes 20:23 tidak diperlakukan secara utuh satu kitab sebagaimana apa yang dilakukan Luther ketika ia melakukan studi Kitab Roma. Kedua, setiap penafsiran yang melahirkan pengajaran harus di diuji dalam perilaku seseorang yang secara langsung ataupun tidak langsung mengungkapkan motif dan tujuan penetapan pengajaran tersebut, dalam konteks "indulgence" ialah UANG.
Langganan:
Postingan (Atom)