Rabu, 31 Oktober 2007

Mind Power or Control Freak

Buku “The Secret” mungkin akan menjadi buku yang dicari orang saat ini. Kira-kira 1 – 1,5 tahun yang lalu buku tersebut menjadi salah satu hit di Amerika. Teman saya, seorang psikolog, sempat membaca buku tersebut. Secara singkat ia menyatakan bahwa "tulisan Rhonda Byrne bukan psikologi, tapi tulisan yang bersifat New Age". Tulisannya berpusat pada kekuatan diri atau yang disebut “mind power” bukan positive thinking atau positive psychology. Coba perhatikan apa yang dituliskan di Wikipedia tentang latar belakang Byrne:

Rhonda Byrne (b. 1955) is an Australian Television Writer and Producer, best known for her work, The Secret, a self-help book and movie. She has also been a producer for Sensing Murder

Byrne bukan psikolog dan bukan dari aliran positive thinking. Positif thinking/psikologi itu adalah benar aliran psikologi, namun yang sekarang mempopulerkannya adalah seorang psikolog klinis yang bernama Martin Seligman. Beikut sumber Wikipedia menyebutkan latar belakang pendidikan Seligman:

Seligman is the Robert A. Fox Leadership Professor of Psychology at the University of Pennsylvania, Department of Psychology. He was previously the Director of the Clinical Training Program in the department. Seligman has served as President of the American Psychological Association (APA) Division of Clinical Psychology. In 1996, Seligman was elected President of the APA by the widest margin in its history. He is the founding Editor-in-Chief of Prevention and Treatment Magazine (the APA electronic journal), is on the Board of Advisors of Parents Magazine, and is Chairman of the Scientific Board at Foresight, Inc.

Seligman jelas menggunakan psikologi untuk menggapai kebahagiaan dengan pendekatan dan studinya, mengingat dimasa lampu pendekatan dan studi untuk mengoptimalkan kebahagiaan manusia itu titik berangkatnya dari kasus-kasus sakit mental atau hal-hal yang bersifat negatif.

Keduanya, baik Byrne dan Seligman memang tergolong menampilkan buku kategori “Self Help”. Namun Seligman tidak bertujuan menjadikan manusia “tuhan”. Byrne menjadikan manusia “berkuasa” terhadap sesuatu atau memiliki “kontrol” terhadap dirinya dan orang lain, Seligman tidak memiliki tujuan tersebut. Jika tujuan Seligman tercapai paling tidak orang-orang terbantu, namun jika tujuan Byrne tercapai maka dunia dipenuhi orang-orang yang bisa disebut sebagai “CONTROL FREAK”.

Message:

Buku-buku yang mendorong orang untuk mengontrol orang lain dan mendapatkan apa yang diinginkan lebih laku dari pada buku-buku yang dapat menolong dirinya. Lebih parahnya, buku seperti Alkitab yang jelas menggariskan pertolonganku hanya dari Tuhan makin tidak diminati.

Manusia memang diperlengkapi untuk dapat bangun dari masalahnya, namun tidak semua masalah Tuhan ijinkan untuk diselesaikan oleh manusia itu sendiri. Bandingkan cerita tentang Yakub. Dia (Yakub) sebenarnya sudah dinubuatkan oleh Tuhan (baca: Kejadian 25:29-34) bahwa ia akan lebih kuat dari abangnya, namun apa yang ia lakukan adalah menipu. Kemudian, melalui dukungan ibunya ia mengambil “hak kesulungan” milik abangnya yang seharusnya ia tahu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang dipertaruhkan. Ia melakukan sesuatu sebelum apa yang Tuhan akan lakukan dalam hidupnya.

Questions to Ponder:

Many people are using their mind to control and their mind show themselves as a control freak. So, are we going to fulfill His plan by our own doing or God’s doing? Are we going to ask God to lead and control or we are the one control everything?

Sumber:

Pertanyaan dari seorang pemuda tentang buku The Secret.

Wikipedia

Bible (NIV)

Laurie Polich, Creative Bible Lesson from the Old Testament, Zondervan Publishing House, Grand Rapids Michigan, 1998, p. 19-21

Sabtu, 27 Oktober 2007

Sebuah suara Keprihatinan atas Website dan Blog yang Menyerang Kekristenan

Sekitar 1 – 2 tahun yang lalu teman saya, seorang IT, pernah menyatakan kepada saya bahwa beberapa buku komputer yang tercetak dalam bahasa Indonesia itu adalah hasil terjemahan. Artinya, tulisan tersebut bukan tulisan ilmiah, melainkan tulisan plagiator yang melakukan pekerjaan copy paste atas hasil karya orang lain. Teman saya bahkan bisa menyebutkan salah satu penerbit yang biasanya menerbitkan buku-buku tersebut. Ternyata hal tersebut terjadi juga di website atau blog tertentu. Tabloid computer PC Mild “…banyak menemukan blog yang semata-mata mengejar hit. Dalam upayanya itu, blog diisi dengan content yang di copy danpaste dari sumber-sumber lain secara mentah.” (PC Mild 21/2007, hlm. 17). Masalah ini terjadi juga di website-website atau blog yang menyerang kekristenan. Ada orang yang begitu bencinya dengan kekristenan, mau mengejar hit atau popularitas dan sensasi dengan jalan pintas. Mereka mencari atau mendapati website atau blog yang menentang kekristenan dalam bahasa Inggris lalu menterjemahkannya. Mereka membuat dirinya seolah-olah karya mereka dan melupakan bahwa semua agama melarang hasil “pencurian“ karya orang lain. Namun, saya lebih concern dengan pembaca blog ini. Karena itu, mengingat pembaca blog masih sering mencari kebenaran maka sangat tidak bijaksana jika kita mempercayai atau membuka website atau blog yang tidak bertanggungjawab tersebut. Ketika kita mem-buka website atau blog semacam itu maka kita akan mempertinggi rating mereka di search engine tertentu. Kita dijebak oleh situasi yang dibuat oleh orang lain. Mungkin pembaca bertanya, “Lalu, bagaimanakah saya mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh diri saya, maupun orang-orang yang me-nyerang iman Kristen?” Sebenarnya ada banyak situs-situs Kristen yang menjawab soal kekristenan, masalahnya apakah kita mau berlelah sedikit untuk membacanya dalam bahasa Inggris. Sebenarnya blog ini juga hasil keprihatinan diri saya terhadap kurangnya jawaban-jawaban yang dapat diakses dalam bahasa Indonesia dan mudah di sebar-luaskan. Namun, saya tidak ingin terjebak menjadi seorang plagiator atau orang “yang mengejar hit namun melupakan content” sebagaimana tabloid PC Mild nyatakan. Kita harus bersikap genuine walau perlu waktu untuk mencari jawaban yang pasti. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita semua dan menjadikan blog ini menjadi salah satu berkat bagi pembaca dan banyak orang.

Senin, 08 Oktober 2007

Yesus: Diperanakkan atau Menjadi Anak Tunggal?

Ketika saya mengikuti sebuah kebaktian dalam bahasa Inggris dan mengikuti tata ibadahnya yang menggunakan pengakuan iman Nicene (Nicene Creed). Disitu saya tersentak dengan salah satu kalimat (perhatikan kalimat yang saya hitamkan)
…We believe in one Lord, Jesus Christ,
the only Son of God,
eternally begotten of the Father,
God from God, light from light,
true God from true God,
begotten, not made,
of one Being with the Father;
through him all things were made.......
Saya langsung mengerti, pantesan orang non-Kristen salah sangka dengan menyatakan bahwa Allah kita beranak-pinak. Terjemahan “begotten of the Father“seolah-olah memberikan keabsahan bagi orang orang yang tidak mengerti kata-kata tersebut. Alister E. McGrath, salah satu pakar sejarah Kristen yang sangat disegani karena penjelasannya yang komprehensif dan objektif menyatakan, “The vocabulary is clumsy, reflecting the fact that the Greek words involved (gennesis….) are difficult to translate into modern English.[1] Jika kita memperhatikan kata yang digunakan “gennesis” itu secara literal diperguna-kan dalam Matius 1:18 dan Lukas 1:14 yang dapat diartikan dilahirkan, lahir, kelahiran.[2] Kata ini digunakan menurut konteks yang menceritakan tentang kelahiran Yesus, namun tidak memberikan keterangan apapun tentang “lahir dari Bapa“ (“begotten of the Father“). Spiros Zodhiates menyatakan bahwa, The designation of this relationship by words with a temporal notion has troubled theologians, who have proffered various explanations. Origen understood this referring to the son’s relationship within the Trinity and was the first to propose the concepts of eternal generation. The Son is said to be eternally begotten by the Father. Others have viewed the language more figuratively and connected it with Christ’s role as messiah. Upon Christ exaltation to the father’s right hand, God is said to have appointed Christ as a king.[3] Untuk mengerti hubungan Yesus dengan Bapa kita perlu kembali melihat apa yang dinyatakan oleh Yohanes 1;1-3, 14, 18.
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah
dan
Firman itu adalah Allah.
Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
Segala sesuatu di jadikan oleh Dia dan
tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah dijadikan….
Firman itu telah menjadi (egeneto) manusia dan diam di antara kita,.….
Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” Kalimat-kalimat diatas sedemikian jelas bagi kita untuk mengetahui mengetahui hubung-an Yesus, yang adalah Firman dengan Allah (Bapa). Namun bukan itu saja, kata “Tunggal” (monogenes) merepresentasikan keunikan Yesus sebagai “Yang Satu-Satu-nya“ (The Only One). Kata “Monogenes” memiliki akar kata “monos“ yang artinya satu-satunya, “genos” yang artinya macam, kelas dan geno yang berasal dari kata “ginomai”, menjadi (Lihat “Firman itu telah menjadi manusia” ay. 18). Kata “genos” ini berbeda dengan kata “gennao”yang merupakan akar kata “lahir, diperanakkan, menimbulkan/ menyebabkan atau diciptakan“.[4] Jadi disini ada kesalahan identifikasi kata “genes“ dengan menyatakan asal katanya dari “gennao“ dan bukannya “genos“. Kata “genos“ merupakan kata yang menjelaskan statusnya sebagai “Anak“ (huios) yang dimiliki-nya, bukan karena proses yang menjadikannya anak (tennon).[5] Jadi, kata “genos“ menjelaskan kepada kita keunikan Kristus dalam status, pangkat atau martabatnya sebagai Anak Allah yang menyatakan diriNya dalam sejarah keselamatan manusia. Kesimpulan dan Saran 1. “Begotten of The Father” merupakan terjemahan yang sangat tidak tepat bagi orang-orang non-Kristen dan kurang tepat bagi orang-orang Kristen yang tidak diperlengkapi dengan arti dalam bahasa Inggris klasik atau Yunani. Walaupun demikian, secara implisit atau eksplisit makna rohani atas hubungan Allah dengan Yesus menjadi suatu yang tidak diragukan lagi oleh kebanyakan yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan. Lagipula, pengakuan Nikea tidak saja menyatakan "begotten of the father", namun kata sebelumnya dijelaskan tentang hubungan keduanya yaitu "eternal", pada masa kekal. Kemudian dijelaskan dalam kata-kata selanjutnya "begotten, not made", "of one" dan "through him all things made" (bandingkan kembali dengan Yohanes 1;1-3)
2. Secara literal kata “Begotten” tidak merujuk kepada Yesus yang lahir dari Bapa, namun kelahiranNya sebagai manusia di dunia (baca: Matius 1:18 dan Lukas 1:14).
3. Kata “genos” bukan “gennao”; “Huios“ bukan “teknon“ yang menyatakan kepada kita bahwa Yesus Kristus (Firman) adalah Allah sejak mulanya dan menjadi Anak Allah dalam penyataanNya.
4. Berusahalah untuk tidak terpaku pada terjemahan tertentu. Gunakanlah terjemahan-terjemahan lainnya sebagai pembanding, terutama terjemahan atau buku-buku yang membantu kita melihat kedalam bahasa aslinya (Ibrani atau Yunani).
5. Sadari dan akuilah bahwa ada keterbatasan bahasa, perkembangannya (bahasa) dan pengetahuan kita dari makna yang ditulis dalam Alkitab. Note: Jika memungkinkan saya akan meng-update tulisan ini berdasarkan pembelajaran dan masukan-masukan yang ada. Namun perlu diperhatikan bahwa tulisan ini tidak bertujuan untuk perdebatan atau penjelasan yang sangat panjang. Mengingat tujuan penulis adalah menyederhanakan jawaban agar dapat dimengerti oleh pembaca blog ini. Terima kasih. [1]Alister E. McGrath, Christian Theology, An Introduction, 2nd ed., Cambridge, Massachusetts: Blakwell Publishers Inc., 314. [2]Spiros Zodhiates, The Complete Wordstudy Dictionary, p. 365 [3]Spiros Zodhiates, The Complete Wordstudy Dictionary 364 [4] Spiros Zodhiates, The Complete Wordstudy Dictionary, p.995-996 [5] Alkitab dalam bahasa Yunani membedakan “Anak” (Huios) dengan “anak“(Teknon). “Yesus tidak pernah memkai kata anak, “teknon” sebagaimana orang-orang percaya (Yohanes 1:12, etc.)”. Spiros Zodhiates