Karakter tampak dari perilaku seseorang. Namun lebih dari itu karakter merupakan akibat dari cara memandang seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain dan Allah.
Disadari atau tidak, tiap-tiap orang tengah menggambarkan dirinya sendiri melalui keinginan hatinya. Keingin-tahuan seorang anak misalnya, membuat dirinya tidak saja melihat apa yang ada di depan matanya, namun juga melihat apa yang ada di sekitar-nya. Keinginan mata seorang dewasa yang datang ke mal tentu saja tidak hanya me-nemukan apa yang ditemukannya, namun juga memuaskan matanya walaupun tidak membeli apapun.
Jika bagian dari karakter anda adalah pembelajar, maka tidaklah heran jika orang lain akan menemukan anda berada di toko buku walaupun hanya sekedar melihat-lihat buku yang baru atau laris yang bertemakan tentang agama, pendidikan, komputer dan psikologi dsb. Anda akan mencari rak-rak buku bidang yang anda paling sukai dan buku-buku yang anda terlihat menggambarkan fokus kedatangan anda ke toko buku tersebut. Ketika saya mencari buku komputer maka fokus saya ialah kemampuan diri (agar tidak gaptek, kali); buku tentang agama maka fokus saya adalah meningkatkan hubungan dengan Tuhan; dsb. Karena itu, kedatangan anda ke toko buku mewakili keinginan hati dan ciri pembawaan anda (Character traits) sebagai seorang pembelajar (Learner). Jadi fokus anda yang menyatakan ciri pembawaan anda (karakter) muncul dari keinginan hati anda.
Di sisi lain, fokus seseorang dapat diarahkan oleh orang lain. Seorang pengendara motor misalnya, ia bisa saja sesukanya mengambil jalan tercepat baginya, namun jika dihadapannya ada seseorang yang sedang menyeberang maka kecepatan dan arah yang diambil akan berubah agar tidak menabrak orang lain. Jadi fokus seseorang tidak saja berada pada dirinya sendiri namun juga pada keselamatan dirinya sendiri, orang lain dengan memperhatikan rambu-rambu yang memberikan arah perjalanannya
Suatu waktu seorang pengajar berdiri dihadapan 17 (tujuh belas) anak remaja dan melihat kesibukan sebagian dari mereka yang sedang membaca sebuah buku yang wajib diselesaikan oleh mereka. Beberapa diantaranya mengeluh akan banyaknya halaman yang harus mereka baca dan isi yang tidak kunjung dimengerti. Seorang pengajar melakukan perannya dengan memberi saran agar pembacaan pertama kali dilakukan bukan untuk mengerti apa maksudnya, namun hanya untuk menyelesaikan buku tersebut. Setelah itu, diulangi sekali lagi, maka mereka akan mengerti maksud buku bacan tersebut. Keesokan harinya seorang remaja berkata kepada pengajarnya, “Pak, ternyata nggak susah koq. Saya membaca aja terus tanpa mengerti, eh…pas baca yang kedua langsung nyantol, pak..bener...Thanks, ya pak.” Sebenarnya apa yang terjadi? Perubahan itu dimungkinkan karena pembaca (anak remaja tersebut) tidak ter-fokus pada berapa tugas lain yang harus dikerjakannya atau berapa kali harus mem-bacanya (frequency), waktu atau kecepatan yang diperlukan dalam menyelesaikannya (duration) dan kewajibanya penyelesaian tugas tersebut (intensity). Disatu pihak, kita dapat mengatakan bahwa remaja tersebut memiliki hati yang mau dibentuk untuk men-jadi seorang pembelajar. Namun dilain pihak, kita melihat adanya peran seorang peng-ajar dalam mengarahkan
Dari contoh-contoh di atas kita mendapati bahwa keadaan hati seseorang dapat menggambarkan karakternya dan saran yang diberikan orang lain berperan dalam me-ngarahkan karakter seseorang. Namun, permasalahan yang seringkali pelik dan bersifat sangat subjektif adalah tiap-tiap orang punya alasan di dalam hatinya yang secara sadar atau tidak membentuk karakternya. Apalagi hati seseorang tidak dapat dipaksakan untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Pertanyaan bagi hati kita menuju karakter yang lebih baik semakin jelas “kamu mau merubah hatimu atau tidak”? Nah, pekerjaan berat ini, yaitu pekerjaan merubah hati untuk dapat membangun karakter yang baik memerlukan cara pandang yang terfokus pada Tuhan. Yesaya 6:1-13 meng-gambarkan karakter Yesaya dan peran panggilan Allah terhadap hidup Yesaya. Pertama, ayat 5 menjelaskan kepada kita bahwa karakter Yesaya digambarkan dengan bibir yang najis dan bertentangan dengan kekudusan Tuhan (ay. 3b). Ayat 3b men-jelaskan bahwa lingkungan kehidupan Yesaya turut berperan dalam membentuk karakternya sebagai pendosa. Karena itu, pada ayat 7 peran Allah terpenting dimulai dari penyucian bagi dosa-dosa Yesaya. Disini kita menemukan bahwa peran Allah dalam karakter memenuhi aspek penyucian hati seseorang sebelum karakter dibangun oleh Tuhan. Hati yang keras pun menjadi lembut. Kedua, ayat 8 menegaskan panggilan Allah yang menentukan fokus hidup Yesaya. Allah menyatakan,” “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?“ Allah menginginkan hati Yesaya yang mau diutus dan bersedia melakukan tujuanNya. Allah menginginkan Yesaya terfokus pada Tuhan (Aku). Karakter Yesaya yang najis bibir diubahkan bukan saja dari hati namun juga tujuan hidup yang diberikan Allah padaNya, yaitu menjadi Nabi, seseorang yang menggunakan bibirnya untuk menyatakan FirmanNya.
Saat ini, Tuhan berkata kepada anda “Aku mau hatimu berubah dan mengarahkan-mu pada tujuanKu, kamu mau atau ngga? Percayalah jika kamu mengaku dosa-dosamu yang telah ditebus oleh darah Yesus maka Allah akan menyucikan dirimu (bandingkan I Yohanes 1:9). Ijinkan hanya Dia yang menjadi fokus hidupmu dimana karaktermu akan dibentuk, diarahkan dan dipakai oleh Tuhan sesuai rencana-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar