Sabtu, 01 September 2007

Kontradiksi Pertobatan Paulus: Masa sich?

Kontradiksi Pertobatan Paulus: Masa sich?
Ada beberapa hal yang diperlukan untuk membedah tiap masalah teks yang ada:
Pertama, apa sumbernya. Kita perlu mengetahui bahwa tulisan tersebut adalah hasil terjemahan dari informasi internet (http:www.answering-islam.com/sami_zaatri/problemofPaul.htm), penulisnya adalah Sami Zaatari. Sayang sekali blog (http://datakristen.blogspot.com/2007/08/kontradiksi-paulus-bertobat.html) yang mencantumkan hasil kerja orang lain tersebut tidak menuliskan darimana sumbernya (sampai hari ini Minggu, 2 September 2007, 9:15 WIB). Dia hanya menuliskan Sumber: The Problem of Paul oleh Problem of Paul. Ini menegaskan ketidakjujuran atas hasil karya orang lain dan bukan sebuah karya penemuan berdasarkan penelitian yang ada. Lalu apakah Sami Zaatari juga sudah melakukan research yang ada? Setelah saya cek ternyata hanya ulasan dan sanggahan atas Alkitab bukan hasil penelitian yang mendalam. Sanggahannya tidak menggunakan sumber lain yang digunakan sebagai pembanding. Sebagai orang yang terlibat dalam bidang akademis sebenarnya dari fakta ini saya sudah agak males menanggapinya. Dasar saya perlu menaggapinya karena salah seorang pemuda yang berdedikasi terhadap kebenaran Firman Tuhan bertanya kepada saya. Kedua, siapakah penyanggahnya. Penyanggah kebenaran Alkitab menyatakan bahwa ada kontradiksi pertobatan Paulus dinilai dari ayat yang digunakan dalam Kisah 9:1-6; Kisah 22:5-10 dan Kisah 26:12-18. Tuduhannya dalah “Pendeta Kristen mengedit Alkitab”. Menurutnya jika kita membaca Kisah 26:12-18 setelah membaca Kisah 9:1-6 maka tampak “pendeta Kristen mengedit Alkitab dengan cara menghapus sebagian isi kalimat Kisah 9:6. Menjawab pertanyaan ini kita perlu mengenal latar belakang ke-percayaan penyanggah. Dengan segala hormat dan tidak mau menyinggung agama, maka kita dapat mengetahui bahwa latar belakang penulis adalah orang yang percaya bahwa kitab suci itu harus tulisan yang di dikte langsung dari surga. Jadi kepercayaan (system of belief) itu memang diajarkan di berbagai aliran agama agar percaya betul bahwa kitabnya sucinya dan langsung diturunkan dari surga sehingga secara literal tiap kata harus sama. Sayang sekali Alkitab bukan kitab yang diturunkan atau jatuh dari surga, melainkan ditulis oleh penulis yang telah diinspirasikan oleh Roh Kudus. Tuhan memakai penulis berdasarkan pengalamannya dan rangkaian peristiwa yang sedang terjadi dalam hidup penulis. Tuhan tidak memperlakukan penulis kitab (manusia) se-bagai robot. Jika kita memperhatikan kitab Kisah para rasul maka kita dapat me-ngetahui bahwa Kisah ditulis juga berdasarkan data-data yang dikumpulkan, Kisah adalah hasil penelitian penulisnya. Lukas menyusun peristiwa-persitiwa yang telah terjadi(1:1), ia mengumpulkanya dari saksi-saksi mata (1:2), dan melakukan peyelidikan atas segala peristiwa-peristiwa tersebut (1:3). Semuanya ini ditulisakan dalam bukunya yang pertama, yaitu Lukas (Lukas 1:1-4 bandingkan Kisah 1:1-3). Sistem kepercayaan yang mengikuti penafsiran penyanggah tampak lagi ketika dirinya menyebutkan adanya kontradiksi antara Kisah 9:1-6 dengan Kisah 26:12-18. Kontradiksi berada dalam kalimat yang tertulis dalan Kisah 9:6 dengan tidak menyebutkan apa yang akan dilakukan oleh Paulus sampai ia tiba di kota Damsyik sementara pada Kisah 26:16-18 Paulus menceritakan apa yang akan dilakukannya atas perintah Tuhan. Kekristenan bukan berdasarkan pada apa yang harus dilakukannya tanpa ada tujuan yang jelas. Jika kita perhatikan pada Kisah 26:16 (KJV) dinyatakan, “for I have appeared unto thee for this purpose…to make…to open….”. Disini memperlihatkan Tuhan Yesus menyampaikan secara jelas tujuanNya bukan langkah-langkah perbuatan atau tindakan yang akan dilakukan oleh Paulus. Kekeristenan mengajarkan seseorang untuk memiliki tujuan bagiNya dan menyerahkan langkah-langkah dalam kebergantungan denganNya. Jika kita membaca kelanjutan cerita dalam Kisah 9:10-16 maka tampak dengan jelas bahwa Tuhan sendiri yang mengarahkan perjalanan Ananias (ayat 11 dan 15) dan Tuhan juga yang memeberikan penglihatan kepada Paulus tentang kedatangan Ananias (ayat 12). Sebelum kepergian Ananias Tuhan memperjelas apa yang akan terjadi kehidupan Paulus dalam kalimat “Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya….” Jika kita membaca terus perjalanan Paulus maka kita akan diperlihatkan oleh petunjuk Tuhan melalui RohNya dalam arah kepergian Paulus dalam pemberitaan Injil. Pernyataan Allah yang memperjelas tujuan hidup seseorang bukanlah hal yang baru dalam Kekristenan. Hal ini bukan saja ditemui dalam Kisah para Rasul atau Perjanjian baru tapi juga dalam Perjanjian Lama, yaitu ketika Tuhan memanggil Abram untuk tujuanNya (Kejadian 12:1), Ia berkata, “Pergilah dari negerimu….ke negeri yang akan kutunjukkan kepadamu”. Penyanggah memiliki sistim kepercayaan yang di dasarkan oleh perbuatan, usaha manusia dan langkah-langkahnya sendiri bukan perbuatanNya, inisiatifNya dan langkah-langkahNya. Nahkoda umat Kristiani adalah Tuhan. Dialah yang memiliki tujuan hidup kita bukan kita sendiri karena itu tiap langkah kita harus selalu bertanya kepadaNya, memiliki hubungan denganNya agar dia dapat mengarahkan langkah-langkah kita yang cenderung menyimpang dari jalanNya. Perhatikan! Iman Kristen bukan berdasakan perbuatan yang menghasilkan iman namun iman yang menghasilkan perbuatan. Ketiga, siapa penulis dan konteksnya. Kita tidak tahu apakah Paulus memakai catatan ketika dia khotbah atau tidak. Namun, dari teks ini jelas bahwa dia tidak memakai teks yang tersusun rapi. Penulis kitab ini adalah Lukas, bukan Paulus. Dialah yang mencari data dari kesaksian Para Rasul dan mencatat khotbah Paulus di berbagai tempat. Layaknya seorang artis atau pendeta yang bersaksi dari gereja satu ke gereja yang lain tidak setiap kata yang digunakan sama. Apakah kita selalu mensyaratkan seseorang untuk bersaksi dengan teks seperti pidato presiden yang di bantu oleh para staffnya?? Demikian pula jawaban bagi sanggahan kontradiksi antara Paulus dan orang-orang yang bersamanya ketika rebah ke bumi dalam Kisah 26:14 sementara dalam Kisah 22:5-7 ditulis seolah-olah hanya Paulus yang rebah, kemudian dalam Kisah 9:4-7 dinyatakan bahwa orang-orang yang bersamanya hanya terbungkam. Sebenarnya keterangan tersebut saling melengkapi dalam kesaksian Paulus di berbagai tempat. Konteks membedakannya karena Kisah 9:4-7 menceritakan kepada pembaca tentang awal pertobatan Paulus, sementara Kisah 22:5-7 Paulus sedang berbicara dengan orang Yahudi dan Kisah 26:14 merupakan pembelaan Paulus di hadapan Agripa. Perbedaan dalam cara penyampaian bukan serta merta berarti palsu namun kesaksian Paulus yang menggunakan konteks keberadaan pada saat itu, yaitu pendengarnya. Kesaksian Paulus pertama merupakan kesaksiannya pribadi kepada Lukas, kemudian kesaksiannya dalam pembelaan diri terhadap orang Yahudi dan pembelaan diri di hadapan Agripa dan orang-orang Romawi. Hal ini sama halnya dengan cara penyampaian pembicara di hadapan persekutuan pemuda yang berbeda ketika berbicara di P.A Wanita, khotbah Minggu dan acara khusus lainnya. Perpektif penyampaian yang sesuai konteks pendengarnya tidak merubah inti pesan yang di sampaikannya. Keempat, apa terjemahannya. Penyanggah menyatakan bukti lain tentang masalah dihapusnya potongan kalimat dalam Kisah 9:6 dengan membandingkan antara terjemahan King James Version dengan terjemahan C.E.V; E.S.V; Good News Bible dan Bahasa Indonesia sehari-hari. Ada kalimat yang dalam KJV, yaitu “And he trembling and astonished said, Lord, what wilt thou have me to do” tidak ditulis dalam terjemahan lainya. Perlu diketahui bahwa Alkitab tidak ekslusif hanya dalam bahasa Ibrani (PL) dan Yunani (PB) namun secara terbuka diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan terkadang terdapat negara yang tidak hanya memiliki satu terjemahan, seperti Amerika (United States). Tujuannya sebenarnya sederhana, yaitu mempermudah seseorang mendalami Firman Tuhan dalam bahasa mereka sendiri. Hal lainnya yang membuat kalimat tersebut tidak ada dalam terjemahan lainnya karena KJV tidak saja menterjemahkan dari bahasa Yunani namun juga bahasa Latin. Berikut keterangan dari sebuah website yang bertitle: The King James Bible Page, ‘The passage from verse six that reads, "And he trembling and astonished said, Lord, what wilt thou have me to do? And the Lord said unto him" is in the Old Latin, the Latin Vulgate, and some of the Old Syrian and Coptic versions. These phrases, however, are not found in the vast majority of Greek manuscripts and therefore do not appear in either the Critical Text or the Majority Text. Yet, they are included in the Textus Receptus. On the surface the textual evidence looks weak. Why, then, should the Textus Receptus be accepted over the majority of Greek witnesses at this point? Because the phrases are preserved in other languages, and the internal evidence establishes that Christ in fact spoke these words at the time of Paul's conversion and are therefore authentic.’ (http://av1611.com/kjbp/faq/holland_ac9_5-6.html) Teks dalam KJV justru menambah bukti adanya teks-teks yang disimpan dalam bahasa lainnya yang mendukung teks dalam bahasa Yunani dan bukan sebaliknya mempertentangkan apa yang tertulis. KJV memakai teks dalam bahasa Latin terjadi karena kedekatan sejarah dalam per-kembangan bahasa yang digunakan saat itu (bahasa yang popular digunakan setelah Yunani adalah Latin) dan penyebaran Injil yang kian meluas. Sebaliknya, saat ini banyak terjemahan tidak memakai teks dari bahasa Latin karena kepentingan sejarah diukur bukan pada per-kembangan dan penyebarannya tapi sumber awal bahasanya. Kelima, apa tata bahasanya. Penyanggah mengangkat Kisah 9:7 yang tertulis, “And the men which journeyed with him stood speechless, hearing voice, but seeing no man” sementara dalam Kisah 22:9 menyatakan, “And they that were with me saw indeed the light, and were afraid; but they heard not the voice of him that spake to me.” Pertama-tama saya ingin mengatakan bahwa ini bukan masalah yang baru untuk dipertentangkan. Sejak tahun 1993 (bukan baru disanggah pada tangggal 2 Agustus 2007) masalah teks ini dikemukakan salah satu dosen saya dalam kelas, namun jawaban sekilas saat itu tetap membuat saya penasaran dan mencari jawabannya. Permasalahan kekurang mengertian saya pada saat itu ternyata berada dalam kata-kata Yunani yang digunakan, yaitu “ten de phonen ouk ekousan“ pada Kisah 22:9 yang memiliki kasus genetive.dengan “ekoousen phonen“ pada Kisah 9:4 yang secara tata bahasa memiliki kasus accusative. W.E Vine dalam bukunya Expository Dictionary of Old and New testament menyatakan, “The former indicates a hearing of the sound, the latter indicates the meaning or the message of the voice (this they did not hear). The Former denotes the sensational perception, the latter (the accusative case) the thing perceived (Cremer). Kasus genetive digunakan dalam arti untuk perasa, untuk penciuman, untuk pendengaran, untuk merasakan. Sementara itu kasus accusative digunakan dalam arti sesuatu yang didengar. The accusative indicates the voice as a communicated message or thought, rather than as simply a sound vibrating against eardrum (W.W. Goodwin and C.B. Gulick). Jadi jelas bagi kita bahwa tujuan Tuhan Yesus bagi Paulus pertama-tama mendengar suara yang sama yang didengar oleh orang-orang yang bersamanya, namun suara Yesus berbicara secara langsung dan bukan suara yang dapat didengar oleh orang-orang yang bersamanya. Orang-orang yang mengikuti Paulus tidak dituliskan mendengar dalam kasus tata bahasa accusative. Demikian halnya dengan cahaya yang membuat mata Paulus buta sementara yang lainnya tidak. Jika kita memperhatikan perbedaannya jelas, “and they that were with me saw indeed the light” dengan “I could not see for the glory of the light” Gleason L. Archer menyatakan, There is an instructive parallel here between the in inability to hear the voiceas an articulated message and their inability to see the glory of the risen Lord as anything but a blaze of light. Acts 22:9 says that they saw the light, but Acts 9:7 makes it clear that they did not the see the Person who displayed Himself in the light. There is a clear analogy between these differing levels of perception in each case. Jikalau kita menggunakan imajinasi untuk menghidupkan cerita yang ada maka kita dapat membaca situasi yang telah terjadi. Contoh: Jika saya bertemu dengan lima orang yang berhadapan dengan saya, kemudian saya menyorotkan secara tiba-tiba lampu senter kearah wajah salah satu orang dihadapan saya. Apa yang terjadi adalah sinar tersebut dapat menyakitkan mata seorang yang saya senter tersebut sementara bias sinar diketahui oleh teman-teman disekelilingnya. Arah pasti datangnya sinar yang menyilaukan memampukan orang yang matanya terkena sinar menunjuk arah sinar itu datang dengan seketika. Bahkan, jika sinar itu terlalu terang maka orang tersebut akan mengarahkan tangannya yang terbuka ke depan untuk menghalau sinar tersebut. Sekarang kita dapat bandingkan jika penyataan Tuhan Yesus kepada Paulus didalam terang kemuliaanNya. Paulus jelas dimampukan untuk melihat sosok Pribadi di balik terang tersebut dan mendengar suaraNya. Kesimpulan dan saran Penulis tanggapan ini hanya ingin menegaskan bahwa pekerjaan fanatisme muncul ketika seseorang yang tidak tahu apa-apa tentang Alkitab mencoba mengungkapkan apa yang buruk di dalamnya. Fanatisme penyanggah dapat dilihat juga dari penggunaan kata ‘Kisah’ tanpa kata ‘Para Rasul’. Tulisan penyanggah sendirilah yang menjelaskan dirinya sendiri sebagai tukang edit. Bahkan, secara akademis penyanggah lebih tepat disebut sebagai plagiator. Penulis tetap menggunakan istilah yang dipersingkat oleh penyanggah karena menganggap bahwa keabsahan Alkitab atau ke-Rasulan murid Kristus tidak memerlukan pembelaan dalam kata-kata saja melainkan dari hati yang bersih. Penulis ingin memberi saran kepada tiap orang yang membaca tulisan ini agar merenungkan sejenak manfaat yang dapat diterima bahwa kekristenan di dasarkan bukan saja oleh kebenaran namun juga oleh fakta sejarah yang berlangsung di masa lampau, sekarang dan masa depan. Jadi iman terhadap kebenaran dan rasio terhadap fakta sejarah selalu berjalan dengan ber-iringan. Serangan apapun dalam dunia ini terhadap Kekristenan menjadikan kita semakin matang dan tidak tergoyahkan. Kiranya damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus (Filipi 4:7). John O.H. Sihombing Biblical Studies Teacher Bibliography Alkitab, Jakarta: LAI, 2001; Bible, New International Version (NIV); Bible, King James Version (KJV); Gleason L.Archer, The Encyclopedia of Bible Difficulties; W.E. Vine, Vine’s Expository Dictionary of Old and new Testament Words, Grand Rapids: Word Publishing, 1981 Spiros Zodhiates, The Complete Word study New Testament, Chattanooga: AMG Publishers Spiros Zodhiates, The Complete Word study Dictionary, Chattanooga: AMG Publishers The King James Bible Page: http://av1611.com/kjbp/faq/holland_ac9_5-6.html http://datakristen.blogspot.com/2007/08/kontradiksi-paulus-bertobat.html Sami Zaatari: (http:www.answering-islam.com/sami_zaatri/problemofPaul.htm)