Selasa, 04 September 2007

Makam Yesus: Kontroversi atau Sensasi?

Para Pembuat Sensasi dari Makam Keluarga Yesus

Temuan makam Yesus tidak lepas dari para pembuat sensasi di berbagai belahan dunia. Film dokumenter yang pertama kali ditayangkan pada Minggu Paskah tahun 1996 menggunakan momentum perayaan Paskah sebagai cara menarik orang untuk menghasil-kan sensasi. Perkembangannya sekarang para pembuat sensasi masih melakukannya pada masa pra-paskah atau paskah agar menarik perhatian orang banyak terhadap kajian mereka yang subjektif. Mengapa kita dapat mengatakan subjektif?

Temuan kuburan yang bertuliskan nama-nama yang ditulis di dalam Alkitab bukanlah nama yang asing bagi orang-orang Yahudi pada zaman itu. Pertama, nama Yesus menjadi nama yang sangat terkenal karena nama ini memiliki akar Ibrani yang sama dengan nama Yeshua atau Yosua yang kita kenal dalam Perjanjian Lama. Ada 21nama Yeshuas dikutip oleh Yosephus,seorang sejarahwan Yahudi dan menurut Dr. Evans ada 100 makam yang bernama Yesus dan 200 makam bernamakan Yusuf. Stephen Pfann seorang sarjana dari Universitas Holy Land di Yerusalem menyebutkan bahwa tidak terdapat nama Yesus yang ditulikan secara jelas, bahkan nama tersebut lebih dekat dengan nama Hanun.

Demikian juga nama Maria, nama ini digunakan hampir satu diantara empat wanita pada masa itu. Alkitab setidaknya memberikan kepada kita bukti penggunaan nama “Maria” terhadap wanita-wanita pada masa itu, yaitu: Maria ibu Markus, Maria dari betania, Maria ibu Yakobus dan Yusuf dan Maria ibu Yesus. Dr. Evans menyatakan bahwa nama kuburan Maria ditemukan lebih dari makan yang bernama Yesus dan Yusuf. Lagipula penggunaan nama Maria di dalam makam tersebut diterjemahkan Mariamene bukan Maria Magdalene. Seorang sarjana Perjanjian Baru menyebutkan bahwa penggunaan nama Magdalene menjadi Mariamene digunakan pada than kelahiran 185, jadi jika tidak mungkin nama tersebut digunakannya pada saat ia meninggal. Lalu jika DNA Mariamene itu berbeda dengan “Yeshua”, mengapa kesimpulannya ia menikah dengan Yeshua? Mengapa Yesus menamakan anakNya Yudas orang yang mengkhianatiNya? Lalu, apakah maksud pembuat sensasi yang menterjemahkan nama Matia menjadi Matius?

Siapakah pembuat sensasi?

Pertama Hershel Shank. Seorang editor Biblical Archeology Review bukanlah satu-satunya orang kondang yang namanya bisa menjamin pekerjaannya selain dari kemampuanya dalam mengedit sebuah cerita. Dr. Craig Evans, PhD penulis Jesus and The Ossuaries menyatakan setidaknya ada 35 orang yang berbeda dari tulang-tulang yang dibawa keluar dari makam, dan kira-kira separuhnya merupakan tulang-belulang yang asli dari makam ini. Karena itu ia mencatat bahwa telah terjadi kontaminasi dari penggalian ini.

Kedua, Andrey Feuerverger seorang pengunna statistic yang dipekerjakan oleh Cameron dan Jacobovici mengakui bahwa asumsi perkiraan stastitiknya diberikan oleh Jacobovici dalam wawancara yang dilakukan oleh Scientific American.

Ketiga, kolaborasi pembuat film. Simcha Jacobovici yang membuat film TV “Exodus” yang mempertanyakan kembali tentang Keluaran di dalam Perjanjian Lama berkolaborasi dengan pembuat film “Titanic”, James Cameron. Keduanya bukanlah seorang peneliti namun seorang pengembang cerita untuk sebuah film yang dilakukan menurut perspektif seorang sutradara film. Apakah kita perlu mempercayai pembuat-pembuat film ini untuk menyatakan siapakah Yesus?

Ketiga, orang-orang yang membuat kesalahan pendapat. Prof Yuval Goren telah melakukan tes isotop yang membuktikan tuduhan pemalsuan inskripsi “saudara dari Yesus” atas Oded Golan pada Osuarium Yakobus. Namun, pendapat Goren berubah dengan menyatakan bahwa dua huruf dari nama “Yeshua” itu asli. Apakah pendapat Goren layak dipercaya? Hal ini mengingat perubahan pendapat yang dilakukannya dan hanya dua huruf yang dihubungkan dengan nama “Yeshua”. Proses dari pendapat Tabor dan Jacobovici tentang hubungan makam Talpiot dan Yakobus masih perlu dipertanyakan, karena bagaimana terjadinya kontaminasi dari makam Talpiot belum dapat menghubungkan keluarga Yesus, apalagi menghubungkannya dengan Yakobus.

Keempat, orang-orang yang tidak menggunakan konteks Alkitab sebagai bukti sejarah. Analisa terhadap Alkitab dilakukan oleh “teolog modern” dengan tidak mengembangkan konteks sejarah Alkitab. Konteks sejarah Alkitab mempertanyakan: mengapa makam keluarga Yesus ditemukan di Yerusalem bukannya di Nazareth? Kita tahu bahwa Ia disebut sebagai Yesus dari Nazareth. Bukankah ini sudah melanggar konteks penguburan orang-orang Yahudi pada masa itu? Apakah murid-murid yang dalam pengejaran (bandingkan tindakan Saulus yang mengejar orang Kristen) dan murid-murid yang dilatih oleh Yesus untuk tidak membawa harta benda yang berlebih mampu menyediakan makam ekslusif bagi keluarga Yesus di Yerusalem? Joe Zias seorang peneliti abad pertengahan dan anthropologist biblika menyatakan klaim Cameron’s tentang lokasi makam Yesus sebagai ketidaktulusan.

Selain itu, bukti internal atas penjagan para serdadu dan laporan para serdadu tentang kuburan Yesus yang kosong tidak dicatat sebagai bahan kajian. Fakta sejarah membukti-kan bahwa tidak ada catatan baik yang ditulis oleh sejarawan Roma maupun Yahudi tentang tubuh Yesus yang dicuri atau tentang kuburan yesus itu sendiri. Lagipula, mengapa para Rasul memberitakan kebangkitan Yesus dengan berkobar-kobar jika Yesus tidak sungguh-sunguh bangkit? Dapatkah perempuan-perempuan saksi kebangkitan Yesus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kesaksiannya dengan menyediakan kubur bagi keluarga Yesus? Jika Jack Finegan menyatakan bahwa pusat gerakan mesianik adalah Yerusalem, apakah berarti bahwa Yesus dikubur di sana? Bukankah Yesus sendiri yang menyatakan bahwa kesaksian murid-murid dimuai dari Yerusalem? Kisah Para Rasul 1:8.

Asumsi bahwa Yesus mungkin punya anak disusun berdasarkan bukti-bukti yang tidak sesuai konteks dan pra-paham yang sudah dibangun dan akhirnya mencari ayat-ayat yang mendukung paham tersebut. Jika ada “seorang muda” berlari dengan telanjang, maka Markus 14:51-52 tidak menyebutkannya sebagai anak Yesus. Kisah Para Rasul menyebutkan Maria ibu Yesus bertekun dalam doa bersama saudara-saudara Yesus (Kis. 1:14). Kemudian sebelum kematianNya dikayu salib, Yesus tidak menyebutkan anakNya tapi muridNya untuk menjaga ibunya (Yohanes 19:27). Memperhatikan Markus menulis-kan tentang anak muda ini, kita mendapatkan bagaimana ia melukiskan peristiwa sekitar penangkapan Yesus, bukan sesuatu yang secara historis langsung merujuk kepada anak Yesus. Pra-paham terhadap kritik historis yang menekankan sejarah sebagai fakta namun bukan sebagai cerita dijalin untuk menyatakan bahwa “anak muda” itu mungkin adalah “anak Yesus”. Analisa yang memandang sejarah tidak berimbang dengan apa yang diceritakan penulis telah menghapus kaitan erat konteks urutan peristiwa yang disajikan oleh penulis Alkitab tersebut. Artinya, seluruh tulisan tersebut tidak dapat diketahui apakah benar-benar terjadi, menjauhi objektivitas historis dan tidak rasional. Implikasi-nya, untuk apakah Yesus datang kedunia? Jika kita benar mengamati rangkaian peristiwa yang terjadi, maka kita akan menjawab untuk menyelamatkan manusia. Namun, jika kita melakukannya secara terputus, maka kita akan menyatakan bahwa Yesus datang untuk kawin-mawin dan menjadikanNYa pemberi makna bagi hidup orang yang percaya pada-nya.

Penutup

Makam keluarga Yesus perlu dicermati dalam tiga hal; Pertama, peneliti kubur Yesus tidak menempatkan Alkitab sebagai salah satu sumber positif. Peneliti tentang kubur Yesus lebih menggunakan bahan-bahan di luar Alkitab. Kedua, tampak sekali rangkaian yang hanya dibangun oleh pra-paham terhadap penemuan yang ada. Ada logika subjektif dan kritik historis yang melupakan sisi kritik narrative dalam cerita yang disampaikan oleh penulis Alkitab. Ketiga, secara teologis tampak dasar gnostik modern yang memberi makna baru dengan memisahkan tubuh Yesus dengan RohNya sebagai “tubuh rohani”. Akhirnya, penulis artikel ini ingin menyatakan bahwa logika subjektif dan buku-buku bacan yang tidak berimbang mengakibatkan seseorang menjadi peneliti yang menjual sensasi dan akhirnya menjual Yesus.

John O.H. Sihombing

Guru Biblical Studies

Sumber

John Drane. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, hal. 229-246.

Paul L. Maier. The Jesus Family Tomb. Michigan: Departement of History Western Michigan University Kalamazoo. February 27, 2007

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/Bentara/3429797.htm

http://y-yesus.com/prin_pages/tomb_print.htm di print tanggal 3/9/2007