Senin, 06 April 2009

Membasuh Kaki – Washing Feet (Bag. 1)

Sejauh mana kita perlu membasuh kaki seperti Yesus membasuh kaki murid-muridNya? Yohanes 13:1-20
Ada beberapa perkembangan tentang penafsiran sehubungan dengan tindakan Yesus yang membasuh kaki muridnya. Hal ini berkembang menjadi suatu “ritual” baru untuk menjukkan kerendah-hatian sikap seorang pemimpin, yang berotoritas, kepada orang yang melayani atau berada di bawah kedudukannya. Beberapa pemimpin Kristen telah melakukannya di lingkungan gerejanya. Fakta terakhir bahwa telah terjadi pembasuhan kaki yang tidak saja dilakukan di gereja tapi juga di institusi lain, diluar gereja. Bagaimana kita merespon “ritual” ini? Kita akan membahas topik ini menurut pandangan umum, yaitu dengan menyajikan pendapat-pendapat tentang layaknya atau tidaknya pembasuhan kaki di lakukan saat ini. Kemudian, kita akan membahasnya secara khusus dengan prinsip-prinsip penafsiran yang ada tentang sejauh mana kita perlu membasuh kaki seperti Yesus membasuh kaki murid-muridNya. Apakah alasan-alasan yang memungkinkan pembasuhan kaki dilakukan maupun alasan-alasan yang kurang mendukung pembasuhan di berbagai waktu dan kesempatan. Alasan-Alasan Umum yang Mendukung Pembasuhan Kaki 1. Kasih. Yesus membuktikan kasiNya kepada muridNya. Sehingga kita perlu membuktikan tanda kasih itu juga dengan membasuh kaki orang yang kita layani. 2. Kerendahan hati. Yesus menunjukkan kepada kita kerendahan hatinya sebagai pimpinan, guru, Tuhan dengan membasuh kaki murid-muridNya. 3. Teladan. Yesus menunjukkan teladan bagi kita semua. 4. Kesaksian. Membasuh kaki menunjukkan kesaksian tentang Yesus dan kerendahan hatiNya, dimana pimpinan perlu menunjukkan kerendahan hati yang serupa. Alasan-Alasan Umum yang Tidak Mendukung Pembasuhan Kaki 1. Ikut-ikutan. Biasanya ini dilakukan tanpa mengetahui secara benar makna dan alasan pembasuhan kaki itu dilakukan. 2. Tradisi/Budaya. Pembasuhan kaki dapat mengakibatkan timbulnya tradisi tertentu, dimana banyak orang mengikutinya karena memang seharusnya begitu. Harry Bethel menyatakan lebih jauh, “Jesus' teaching regarding this was based on a practical need. Never should it be construed as an ordinance to be performed as a ritual or ceremony in the assembly of believers as practiced by some Christian groups today. Washing one brother's feet as a ceremony once or twice a year is not at all what Jesus taught. But as with a number of other practices, many well-meaning Christians today are guilty of tokenism. That is, they do things that are merely tokens of obedience to precepts rather than what is really required. Again, washing feet in lands where this is appropriate is just as much for today as it ever was. Even the best of Christendom today has gotten to the point where we think we can please God with our mere tokenism, including washing one or two pairs of feet each year as a ritual instead of rendering a practical service in true humility”. 3. Metode. Sebuah cara untuk menyentuh hati orang yang dilayani. 4. Batasan dan Pengawasan. Tidak ada batasan apapun yang perlu diawasi oleh pendeta, pemimpin, orangtua. Tidak ada batasan kedewasaan rohani dan pengertian seseorang sebelum pembasuhan dilakukan sehingga seseorang bisa dianggap telah memahami peristiwa tersebut. Tidak adanya perbedaan siapa yang dianggap memahami dan dapat melakukan pembasuhan dengan yang tidak. Tidak adanya perbedaan antara siapa yang dianggap sudah memahami dan menerima pembasuhan dengan yang tidak.
Bersambung Bag. 2

Tidak ada komentar: