Peran Orangtua dan Cara Mendidik di Keluargaku
Amsal 1:8-9
Hai, anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu. Sebab karangan bunga yang indah bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu (Amsal 1:8-9)
Amsal 1:8 hari ini sangat baik untuk diulang-ulang oleh orangtua kepada anak-anaknya. Kita bisa menggunakan kata “anak” dengan menggantikannya dengan nama anak kita dan menganti sebutan “ayah” dengan panggilan yang biasa kita gunakan misalnya, papa, daddy, dst.
Ayat ini sangat menarik karena telah mengusung kolaborasi peran edukasi terhadap anak yang dilakukan oleh ayah dan ibu. Namun, apakah peran tersebut tidak tumpang tindih? Pertanyaan tersebut juga terlintas jika kita memperhatikan kata “didikan” yang digunakan oleh ayah dan kata “ajaran” yang digunakan oleh ibu. Lalu apa maksudnya?
Amsal ingin menyatakan kata “didikan” sebagai tanggungjawab ayah dalam arti disiplin. Kata “didikan” berasal dari kata “mutsar” dalam bahasa Ibrani, yang berarti chastisement, punishment, correction, discipline, instruction, self-control (The Complete Wordstudy of Old Testament, Spiros Zodhiates, p. 2330). Ayah mengambil peran sebagai pengarah, pemberi batasan, konsekwensi, perintah dengan tujuan membangun penguasaan diri bagi anak. Tentunya, disini juga mengingatkan ayah yang perlu hidup dalam teladan kedisiplinan dan tidak sembarang menghukum karena iapun dituntut memiliki penguasaan diri (self control).
Lalu, bagaimana peran ibu? Kata “ajaran” berasal dari kata “torah” dalam bahasa Ibrani, artinya instruction, doctrine (Job 22:22), regulation, direction, a percept, a statute, law (Zodhiates, p. 2380). Hal yang menarik dari kata “torah” bukanlah pada sisi hukum (law) atau kumpulan aturan-aturan, namun arahannya untuk kehidupan rohani dan bersifat pengamanan atau pemberi keamanan. Kalu kita mau jujur, maka kita sering mendapati bahwa kehidupan rohani seorang anak banyak kali dipengaruhi oleh kehidupan rohani ibunya (contoh: Timotius dan ibunya, Eunike). Bahkan Amsal 31:1-2 menjelaskan kepada kita peran ibu yang bernazar bagi anaknya, Lemuel, yang kemudian menjadi raja Masa.
Jadi, kita melihat disini tugas dari peran ayah dan ibu saling mendukung. Keduanya berasal dari “nature” keberadaan laki-laki maupun perempuan. Kalau kita perhatikan lebih lanjut masalah “keamanan” maka kecenderungan “nature” seorang wanita adalah melindungi anak-anaknya. Peran ayah yang cenderung kepada disiplin perlu diseimbangkan oleh peran ibu yang memberi keamanan manakala anak salah mengerti maksud dari disiplin tersebut. Pelajaran dari ayat ini mengingatkan kita betapa keseimbangan dalam tugas mendidik bukanlah masalah yang mudah dan pekerjaan yang sanggup dilakukan tanpa bantuan orang lain. Allah ingin ayah dan ibu menanggung peran bersama dan saling menguatkan satu dnegan yang lainnya. Allah ingin seorang anak dididik dengan cara yang terbaik, yaitu cara sesuai FirmanNya.
Di lain pihak, jika kita berperan sebagai anak, maka sadarilah peran orangtua kita selama ini. Mungkin mereka tidak se “ideal” seperti apa yang dimaksud oleh Alkitab karena orangtua kita memang masih perlu belajar dalam cara mendidik anak yang benar. Kata “ ajaran” menggunakan tatabasa Ibrani (Qal Imperfect), yang menjelaskan kepada kita bahwa kegiatan yang diusung oleh ibu dalam kerohanian anak perlu dilakukan secara aktif dan tidak mengenal batasan umur. Itu berarti, bukan saja orang-tua yang berperan menjaga keberlangsungan kehidupan rohani anak hingga dewasa, namun anakpun perlu melanjutkan tongkat estafet iman yang tulus dari orangtuanya.
Doa: Tuhan jadikanku anak yang mengerti orangtuaku, kelebihan dan kekurangan mereka dan jadikanku orangtua yang mengenal peranku ditengah keluarga dan masa depan anak-anakku. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar