
Sabtu, 29 September 2007
Duduk disebelah kanan Allah Bapa: Mau?

Jumat, 21 September 2007
Berharga karena dikasihi Tuhan

Senin, 10 September 2007
Resensi Buku: Hikmat dan Hidup Sukses
Semua orang yang ingin memahami Alkitab menurut konteksnya tahu nama Tremper Longman III. Ia seorang yang menekuni studi Biblika. Hal ini menggaris-bawahi ke-yakinan kita bahwa Longman III tidak sekedar membaca buku-buku pengantar tentang kitab Amsal (lihat Catatan-Catatan, hlm 216-222 dan bandingkan dengan Apendiks 2: Buku-Buku Tafsiran Amsal) namun menguasai kitab Amsal secara utuh dan menyeluruh.
Tremper Longman III mengungkapkan isi kitab Amsal dengan setia terhadap teks, yang meliputi kata –kata yang sering digunakan dan mewarnai bagian - bagian konteks kitab Amsal, seperti kata “hikmat” dan “jalan”, dsb. Buku ini juga berbicara tentang konteks yang meliputi bagian-bagian pasal, jenis dan bentuknya (bandingkan dengan karangannya yang lain, Bagaimana Menganalisa Mazmur), dan tema-tema penting di dalamnya. Cara Longman III menjabarkan Amsal sangat tidak mudah didapatkan dari buku-buku pengantar, survey, maupun tafsiran tentang kitab Amsal, apalagi dalam ter-jemahan
Buku ini patut dimiliki oleh jemaat atau kaum awam yang ingin memahami Kitab Amsal tanpa harus menyita banyak waktu untuk mambaca banyak buku untuk memahami kitab Amsal dan memperoleh hikmat di dalamnya. Bagi mahasiswa teologi, buku dari kitab Amsal ini sangat baik untuk menjadi pegangan dalam pembuatan makalah, apalagi bagi mahasiswa yang sedang menulis skripsi atau thesisnya. Kemudian, buku ini sangat penting bagi hamba-hamba Tuhan yang mengalami kesulitan dalam memahami konteks kitab Amsal, ingin membuat PA ataupun khotbah dari Amsal, sampai pada masalah ke-terbatasan dalam dana untuk memiliki banyak buku-buku yang membahas tentang kitab Amsal. Karena buku ini sangat mewakili keinginan banyak pembaca, maka setiap pem-baca buku ini akan dibawa untuk semakin teliti dalam memahami Alkitab, peka terhadap bacaan-bacaan yang kurang berkualitas dan membantu pembacanya mengenali hikmat yang dinyatakan Tuhan kepadaNya. Akhirnya, buku ini menyajikan tentang kehidupan yang berpusat pada Tuhan. Bagi penulisnya “takut akan Tuhan” di didefinisikan sebagai sikap orang berhikmat yang harus membuka diri bagi peran mendasar Allah di dalam dunia dan kehidupan mereka (hlm. 13). Selamat membaca, membandingkannya dengan Alkitab anda dan mengalami perubahan hidup!
Pengarang : Tremper Longman III
Minggu, 09 September 2007
Character Building: Who build the character and who’s the focus? (Part 2)
Karakter tampak dari perilaku seseorang. Namun lebih dari itu karakter merupakan akibat dari cara memandang seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain dan Allah.
Disadari atau tidak, tiap-tiap orang tengah menggambarkan dirinya sendiri melalui keinginan hatinya. Keingin-tahuan seorang anak misalnya, membuat dirinya tidak saja melihat apa yang ada di depan matanya, namun juga melihat apa yang ada di sekitar-nya. Keinginan mata seorang dewasa yang datang ke mal tentu saja tidak hanya me-nemukan apa yang ditemukannya, namun juga memuaskan matanya walaupun tidak membeli apapun.
Jika bagian dari karakter anda adalah pembelajar, maka tidaklah heran jika orang lain akan menemukan anda berada di toko buku walaupun hanya sekedar melihat-lihat buku yang baru atau laris yang bertemakan tentang agama, pendidikan, komputer dan psikologi dsb. Anda akan mencari rak-rak buku bidang yang anda paling sukai dan buku-buku yang anda terlihat menggambarkan fokus kedatangan anda ke toko buku tersebut. Ketika saya mencari buku komputer maka fokus saya ialah kemampuan diri (agar tidak gaptek, kali); buku tentang agama maka fokus saya adalah meningkatkan hubungan dengan Tuhan; dsb. Karena itu, kedatangan anda ke toko buku mewakili keinginan hati dan ciri pembawaan anda (Character traits) sebagai seorang pembelajar (Learner). Jadi fokus anda yang menyatakan ciri pembawaan anda (karakter) muncul dari keinginan hati anda.
Di sisi lain, fokus seseorang dapat diarahkan oleh orang lain. Seorang pengendara motor misalnya, ia bisa saja sesukanya mengambil jalan tercepat baginya, namun jika dihadapannya ada seseorang yang sedang menyeberang maka kecepatan dan arah yang diambil akan berubah agar tidak menabrak orang lain. Jadi fokus seseorang tidak saja berada pada dirinya sendiri namun juga pada keselamatan dirinya sendiri, orang lain dengan memperhatikan rambu-rambu yang memberikan arah perjalanannya
Suatu waktu seorang pengajar berdiri dihadapan 17 (tujuh belas) anak remaja dan melihat kesibukan sebagian dari mereka yang sedang membaca sebuah buku yang wajib diselesaikan oleh mereka. Beberapa diantaranya mengeluh akan banyaknya halaman yang harus mereka baca dan isi yang tidak kunjung dimengerti. Seorang pengajar melakukan perannya dengan memberi saran agar pembacaan pertama kali dilakukan bukan untuk mengerti apa maksudnya, namun hanya untuk menyelesaikan buku tersebut. Setelah itu, diulangi sekali lagi, maka mereka akan mengerti maksud buku bacan tersebut. Keesokan harinya seorang remaja berkata kepada pengajarnya, “Pak, ternyata nggak susah koq. Saya membaca aja terus tanpa mengerti, eh…pas baca yang kedua langsung nyantol, pak..bener...Thanks, ya pak.” Sebenarnya apa yang terjadi? Perubahan itu dimungkinkan karena pembaca (anak remaja tersebut) tidak ter-fokus pada berapa tugas lain yang harus dikerjakannya atau berapa kali harus mem-bacanya (frequency), waktu atau kecepatan yang diperlukan dalam menyelesaikannya (duration) dan kewajibanya penyelesaian tugas tersebut (intensity). Disatu pihak, kita dapat mengatakan bahwa remaja tersebut memiliki hati yang mau dibentuk untuk men-jadi seorang pembelajar. Namun dilain pihak, kita melihat adanya peran seorang peng-ajar dalam mengarahkan
Dari contoh-contoh di atas kita mendapati bahwa keadaan hati seseorang dapat menggambarkan karakternya dan saran yang diberikan orang lain berperan dalam me-ngarahkan karakter seseorang. Namun, permasalahan yang seringkali pelik dan bersifat sangat subjektif adalah tiap-tiap orang punya alasan di dalam hatinya yang secara sadar atau tidak membentuk karakternya. Apalagi hati seseorang tidak dapat dipaksakan untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Pertanyaan bagi hati kita menuju karakter yang lebih baik semakin jelas “kamu mau merubah hatimu atau tidak”? Nah, pekerjaan berat ini, yaitu pekerjaan merubah hati untuk dapat membangun karakter yang baik memerlukan cara pandang yang terfokus pada Tuhan. Yesaya 6:1-13 meng-gambarkan karakter Yesaya dan peran panggilan Allah terhadap hidup Yesaya. Pertama, ayat 5 menjelaskan kepada kita bahwa karakter Yesaya digambarkan dengan bibir yang najis dan bertentangan dengan kekudusan Tuhan (ay. 3b). Ayat 3b men-jelaskan bahwa lingkungan kehidupan Yesaya turut berperan dalam membentuk karakternya sebagai pendosa. Karena itu, pada ayat 7 peran Allah terpenting dimulai dari penyucian bagi dosa-dosa Yesaya. Disini kita menemukan bahwa peran Allah dalam karakter memenuhi aspek penyucian hati seseorang sebelum karakter dibangun oleh Tuhan. Hati yang keras pun menjadi lembut. Kedua, ayat 8 menegaskan panggilan Allah yang menentukan fokus hidup Yesaya. Allah menyatakan,” “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?“ Allah menginginkan hati Yesaya yang mau diutus dan bersedia melakukan tujuanNya. Allah menginginkan Yesaya terfokus pada Tuhan (Aku). Karakter Yesaya yang najis bibir diubahkan bukan saja dari hati namun juga tujuan hidup yang diberikan Allah padaNya, yaitu menjadi Nabi, seseorang yang menggunakan bibirnya untuk menyatakan FirmanNya.
Saat ini, Tuhan berkata kepada anda “Aku mau hatimu berubah dan mengarahkan-mu pada tujuanKu, kamu mau atau ngga? Percayalah jika kamu mengaku dosa-dosamu yang telah ditebus oleh darah Yesus maka Allah akan menyucikan dirimu (bandingkan I Yohanes 1:9). Ijinkan hanya Dia yang menjadi fokus hidupmu dimana karaktermu akan dibentuk, diarahkan dan dipakai oleh Tuhan sesuai rencana-Nya.
Kamis, 06 September 2007
Character Building: Who build the character and who’s the focus?
Ketika kita bebicara tentang
Who build the character?
Kata “building” membawa kita kepada definisi operasional, yaitu: usaha membangun sesuatu. Sebuah bangunan yang tampak baik, misalnya rumah, bukan saja tampak megah dari luarnya namun perlu di dasarkan oleh siapa yang membangun, siapa terlibat dalam membangunnya dan apa dasar bangunan tersebut. Zaman dulu orang-orang mencari rumah berdasarkan tanah dan lokasinya, sekarang orang-orang banyak menyadari bahwa pengembang lahan perumahan merupakan faktor utama. Artinya, siapa yang membangun atau perusahaan apa yang membangunnya dianggap menjamin kualitas rumah itu. menjadi faktor yang lebih utama dari dari dasar bangunan yang ada.
Itu tentang rumah. bagaimana dengan manusia? Siapa yang membangun karakter seseorang? Jika CB diartikan sebagai usaha manusia belaka dalam membangun karakernya, maka sia-sialah usaha manusia tersebut (bandingkan dengan ayat yang berkata, “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah sia-sialah usaha orang yang membangunnya“, Mzm 127:1). Ada peran Allah yang nyata di dalam semua kegiatan manusia, apalagi Tuhan adalah Ahlinya dalam mengubah karakter seseorang. Lihat contoh seperti Saulus (artinya, besar) yang dipanggil Tuhan menjadi Paulus (artinya, kecil); Yakub (artinya, penipu) menjadi Israel (artinya, bergumul dengan Allah). Tuhan tidak sekedar merubah nama, tapi karakter tokoh-tokoh dalam Alkitab.
Di lain pihak apa yang dinyatakan Firman Tuhan tentang “rumah“ sebagai tempat berteduh, bercengkrama, berbagi kasih bukan saja mengenai aspek personal tapi juga proses interpersonal yang terjadi di dalam rumah tersebut. Jika menyinggung aspek personal dan interpersonal maka aspek “siapa saja yang terlibat dalam mendirikan “rumah“ itu menjadi lebih luas lagi. Disinilah aspek psikologis tampak dalam pengalaman yang dimiliki seseorang, ciri pembawaannya (trait), dan institusi yang memampukannya memiliki pengalaman dan ciri pembawaan yang postitif (Lihat kutipan). Seluruh peran serta orang-mulai dari orang terdekat (orangtua), saudara kandung, teman atau sahabat, gereja, sekolah dan lingkungan (neighborhood), bahkan pemerintah diperlukan untuk mem-bangun karakter seseorang.
Hal yang terakhir namun bukan yang akhir adalah dasar karakter yang ada. Seperti yang telah disinggung diatas bahwa fondasi dimana karakter itu didirikan juga penting. Fondasi ini disebut iman Kristen, yakni apa yang dipercayai seseorang dalam mem-bangun karakternya maupun interaksinya dengan orang lain sangat mempengaruhi perilakunya sehar-hari. Disini iman Kristen berbicara tentang kasih dan kuasa yang menjadi dasar karakter yang kokoh. Kasih dari Kristus yang lebih dululu mengasihi kita dan kuasa FirmanNya yang mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran memperlengkapi karakter seseorang untuk melakukan setiap perbuatan baik (2 Timotius 3:16).
Character Building Teacher
John O.H. Sihombing
Edited by D. I. Katoppo
Resources
Alkitab LAI 2001
Christopher Peterson and Martin E.P. Character Strength and Virtues, Seligman, Oxford University, 2004.
Next: Who’s the focus?
“Positive psychology focuses on three related topics: the study of positive subjective experiences, the study of positive individual traits, and the study of institutions that enable positive experience and positive traits” (Seligman and Csikzentmihalyi, 2000) taken from the Character Strength and Virtues, Christopher Peterson and Martin E.P. Seligman, Oxford University, 2004.
Selasa, 04 September 2007
Makam Yesus: Kontroversi atau Sensasi?
Para Pembuat Sensasi dari Makam Keluarga Yesus
Temuan makam Yesus tidak lepas dari para pembuat sensasi di berbagai belahan dunia. Film dokumenter yang pertama kali ditayangkan pada Minggu Paskah tahun 1996 menggunakan momentum perayaan Paskah sebagai cara menarik orang untuk menghasil-kan sensasi. Perkembangannya sekarang para pembuat sensasi masih melakukannya pada masa pra-paskah atau paskah agar menarik perhatian orang banyak terhadap kajian mereka yang subjektif. Mengapa kita dapat mengatakan subjektif?
Temuan kuburan yang bertuliskan nama-nama yang ditulis di dalam Alkitab bukanlah nama yang asing bagi orang-orang Yahudi pada zaman itu. Pertama, nama Yesus menjadi nama yang sangat terkenal karena nama ini memiliki akar Ibrani yang sama dengan nama Yeshua atau Yosua yang kita kenal dalam Perjanjian Lama.
Demikian juga nama Maria, nama ini digunakan hampir satu diantara empat wanita pada masa itu. Alkitab setidaknya memberikan kepada kita bukti penggunaan nama “Maria” terhadap wanita-wanita pada masa itu, yaitu: Maria ibu Markus, Maria dari betania, Maria ibu Yakobus dan Yusuf dan Maria ibu Yesus. Dr. Evans menyatakan bahwa nama kuburan Maria ditemukan lebih dari makan yang bernama Yesus dan Yusuf. Lagipula penggunaan nama Maria di dalam makam tersebut diterjemahkan Mariamene bukan Maria Magdalene. Seorang sarjana Perjanjian Baru menyebutkan bahwa penggunaan nama Magdalene menjadi Mariamene digunakan pada than kelahiran 185, jadi jika tidak mungkin nama tersebut digunakannya pada saat ia meninggal. Lalu jika DNA Mariamene itu berbeda dengan “Yeshua”, mengapa kesimpulannya ia menikah dengan Yeshua? Mengapa Yesus menamakan anakNya Yudas orang yang mengkhianatiNya? Lalu, apakah maksud pembuat sensasi yang menterjemahkan nama Matia menjadi Matius?
Siapakah pembuat sensasi?
Pertama Hershel Shank. Seorang editor Biblical Archeology Review bukanlah satu-satunya orang kondang yang namanya bisa menjamin pekerjaannya selain dari kemampuanya dalam mengedit sebuah cerita. Dr. Craig Evans, PhD penulis Jesus and The Ossuaries menyatakan setidaknya ada 35 orang yang berbeda dari tulang-tulang yang dibawa keluar dari makam, dan kira-kira separuhnya merupakan tulang-belulang yang asli dari makam ini. Karena itu ia mencatat bahwa telah terjadi kontaminasi dari penggalian ini.
Kedua, Andrey Feuerverger seorang pengunna statistic yang dipekerjakan oleh Cameron dan Jacobovici mengakui bahwa asumsi perkiraan stastitiknya diberikan oleh Jacobovici dalam wawancara yang dilakukan oleh Scientific American.
Ketiga, kolaborasi pembuat film. Simcha Jacobovici yang membuat film TV “Exodus” yang mempertanyakan kembali tentang Keluaran di dalam Perjanjian Lama berkolaborasi dengan pembuat film “Titanic”, James Cameron. Keduanya bukanlah seorang peneliti namun seorang pengembang cerita untuk sebuah film yang dilakukan menurut perspektif seorang sutradara film. Apakah kita perlu mempercayai pembuat-pembuat film ini untuk menyatakan siapakah Yesus?
Ketiga, orang-orang yang membuat kesalahan pendapat. Prof Yuval Goren telah melakukan tes isotop yang membuktikan tuduhan pemalsuan inskripsi “saudara dari Yesus” atas Oded Golan pada Osuarium Yakobus. Namun, pendapat Goren berubah dengan menyatakan bahwa dua huruf dari nama “Yeshua” itu asli. Apakah pendapat Goren layak dipercaya? Hal ini mengingat perubahan pendapat yang dilakukannya dan hanya dua huruf yang dihubungkan dengan nama “Yeshua”. Proses dari pendapat Tabor dan Jacobovici tentang hubungan makam Talpiot dan Yakobus masih perlu dipertanyakan, karena bagaimana terjadinya kontaminasi dari makam Talpiot belum dapat menghubungkan keluarga Yesus, apalagi menghubungkannya dengan Yakobus.
Keempat, orang-orang yang tidak menggunakan konteks Alkitab sebagai bukti sejarah. Analisa terhadap Alkitab dilakukan oleh “teolog modern” dengan tidak mengembangkan konteks sejarah Alkitab. Konteks sejarah Alkitab mempertanyakan: mengapa makam keluarga Yesus ditemukan di Yerusalem bukannya di
Selain itu, bukti internal atas penjagan para serdadu dan laporan para serdadu tentang kuburan Yesus yang kosong tidak dicatat sebagai bahan kajian. Fakta sejarah membukti-kan bahwa tidak ada catatan baik yang ditulis oleh sejarawan Roma maupun Yahudi tentang tubuh Yesus yang dicuri atau tentang kuburan yesus itu sendiri. Lagipula, mengapa para Rasul memberitakan kebangkitan Yesus dengan berkobar-kobar jika Yesus tidak sungguh-sunguh bangkit? Dapatkah perempuan-perempuan saksi kebangkitan Yesus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kesaksiannya dengan menyediakan kubur bagi keluarga Yesus? Jika Jack Finegan menyatakan bahwa pusat gerakan mesianik adalah Yerusalem, apakah berarti bahwa Yesus dikubur di
Asumsi bahwa Yesus mungkin punya anak disusun berdasarkan bukti-bukti yang tidak sesuai konteks dan pra-paham yang sudah dibangun dan akhirnya mencari ayat-ayat yang mendukung paham tersebut. Jika ada “seorang muda” berlari dengan telanjang, maka Markus 14:51-52 tidak menyebutkannya sebagai anak Yesus. Kisah Para Rasul menyebutkan Maria ibu Yesus bertekun dalam doa bersama saudara-saudara Yesus (Kis.
Penutup
Makam keluarga Yesus perlu dicermati dalam tiga hal; Pertama, peneliti kubur Yesus tidak menempatkan Alkitab sebagai salah satu sumber positif. Peneliti tentang kubur Yesus lebih menggunakan bahan-bahan di luar Alkitab. Kedua, tampak sekali rangkaian yang hanya dibangun oleh pra-paham terhadap penemuan yang ada.
John O.H. Sihombing
Guru Biblical Studies
Sumber
John Drane. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, hal. 229-246.
Paul L. Maier. The Jesus Family Tomb.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/Bentara/3429797.htm
http://y-yesus.com/prin_pages/tomb_print.htm di print tanggal 3/9/2007